Kita adalah saudara satu darah, Indonesia.



Selang setelah beberapa hari terjadinya kerusuhan pembakaran  8 vihara di Tanjung balai, tepatnya pada Jumat malam, 29 Juli 2016. Peristiwa dipicu ketika salah seorang warga keturunan tiong hoa menegeur pengurus Masjid Al Makshum, di Jalan Karya, Kelurahan TB Kota I, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, agar mengecilkan volumenya namun dengan bernada kasar, sehinnga  membuat pengurus Masjid itu menjadi tersinggung. Lalu masalah menjadi melebar setelah warga terhasut sebuah status di facebook. 
Kini kepolisian Tanjung balai telang menangkap 18 tersangka, dari pelaku kerusuhan dan pembakaran vihara tersebut,4 positif menggunakan narkoba. Setelah Polres Tanjungbalai bersama Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNN) Tanjungbala, mengetes urine mereka.

“Telah dilakukan pemeriksaan urine terhadap 18 pelaku perusakan vihara, di mana empat orang dinyatakan positif narkoba, jenis amphetamine(sabu) dan ganja, dan masih akan  terus kita dalami, karena terindikasi masih ada beberapa pelaku lainnya“kata Rina Sari Ginting, selaku KomBes Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Sumatra Utara.

Begitu berita tersebut dilansir oleh  media online pada tanggal 2 agustus 2016.
Kini  apa yang ada dalam pikiran kita sekarang? Tidakkah terpikir bahwa kita yang tempo hari berteriak dengan lantang memberi ‘caption’ di media sosial itulah bentuk jihad, bentuk perlawanan kita kepda orang yang menindas agama kita. Ternyata si pelaku pembakaran vihara itu melakukanya bukan karena membela agama kita. Sungguh memalukan! Mereka hanya sekelompok orang yang otaknya sudah oleng karena pengaruh narkoba. Masihkah  kita tetap akan berpendapat bahwa itu bentuk jihad?
 Bukankah junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW, tidak pernah mengajarkan bentuk anarkis kepada siapapun? rasanya benar-benar tak habis fikir, kenapa belakangan saudara kita lebih suka berbuat secara radikal untuk membentengi keimanannya. Coba tanyakan kembali dengan hati nurani dan pikiran bersih, benarkah sikap kita dengan menyebar segala bentuk kebencian kepada yang berbeda keyakinan? kepada mereka yang tidak seiman? Apa itu menjamin kita menjadi ahli jannah? Sedang mereka adalah saudara sebangsa kita juga, Indonesia. Dengan dalil bahwa kita harus membela agama kita dari penindasan mereka. Penindasan yang mana? Lalu kalau pun iya, apa itu bukan mencerminkan kualitas kita sama seperti mereka yang kita benci itu. Kemudian jika kita terus membandingkan, meruntut  beberapa kejadian bentrok masa di beberapa wilayah di Indonesia lainnya di mana beberapa tempat ibadah dibakar, apa itu akan menyelesaikan masalah?  (Saya yakin pelakunya juga bukan atas nama agama lain, tapi hanya sekelompok orang yang mengatas namakan agama lain tersebut) hanya karena ego sekelompok orang. Lalu yang terjadi justru akan lebih melebar dan tidak akan ada ujungnya, peranglah antar saudara. Ingat,  kita ini bukan negara Islam, tapi negara yang berlandaskan Pancasila, beragam suku,  budaya serta kepercayaanya. Tidakkah menjadi tampak arogan jika semua harus ikut dengan aturan kepercayaan kita?
Hari ini saya sedih dengan caption status salah satu teman saya, dia mengunggah sebuah video dimana menceritakan, seorang pemuda tionghoa akan merayakan cap gomeh lalu mengundang  beberapa sahabatnya yang berbeda agama  dengannya, kemudian sahabat-sahabatnya itu datang dan ikut merayakan cap gomeh. Dengan  memberinya caption ‘ masihkah ada harapan terwujud?’. Saya merasakan ketakutannya, dia merasa tidak punya lagi harapan untuk bisa saling berbagi dan hidup berdampingan dengan kita yang mayoritas. Apakah kita sebagai kaum mayoritas mau terlihat begitu menakutkan bagi mereka? Itu menyedihkan bukan? janganlah kita mudah terprovokasi,  menjadi bagian dari beberapa golongan yang mengatas nama kan agama kita, padahal itu semua untuk kepentingan mereka pribadi. Bijaklah kawan, pahamilah dengan hati bersih apa itu jihad? Bagaimana mempertahnakan agama kita tanpa harus menindas dan menyakiti agama orang lain. Karena seharusnya kita tidak perlu takut pada mereka yang berbeda, tapi takutlah akan rapuhnya benteng keimanan kita. Marilah kita semua bergandengan tangan. Bukankah kita saudara dalam satu darah, Indonesia.

Taiwan, 3Agustus 2016.
*coretan ini tidak untuk memojokan siapa pun, hanya sebatas rasa simpati saya atas keadan yang  begitu panas dengan aura kebencian antar umat beragama.


 

Sumber:google

0 Response to "Kita adalah saudara satu darah, Indonesia."